Pro Kontra Patung Sultan Maulana Hasanudin



 Oleh: Mustafid
Rasa dan semangat nasionalisme perlu terus dipertahankan dan dikembangkan untuk meneruskan perjuangan bangsa ini, seperti apa yang dilakukan oleh Pahlawan Nasional Sultan Maulana Hasanudin yang merupakan penyebar syiar Islam di Banten. Beliau adalah anak dari Syarif Hidayatullah atau yang lebih dikenal dengan Sunan Gunung Jati. Pro Kontra yang bergulir mengenai pembangunan Patung Sultan Maulana Hasanudin di Bundaran Pamulang menurut saya adalah suatu hal yang sangat wajar. Perbedaan adalah suatu hal yang sangat biasa, namun tentunya kita harus arif dalam menyikapinya. Dengan dibangunnya patung Sultan Maulana Hasanudin di Tangerang Selatan menurut saya haruslah disikapi dengan positif, pembangunan patung Maulana Hasanudin tidaklah lain untuk mengenang dan mengingat perjuangan Sultan Maulana Hasanudin agar diteruskan oleh para generasi muda sekarang ini. Pembangunan patung Sultan Maulana Hasanudin harus kita jadikan falsafah untuk menggelorakan semangat perjuangan yang telah dicontohkan oleh Sultan Maulana Hasanudin dalam menyebarkan agama Islam dan memperjuangkan kemerdekaan di wilayah Banten. Jadi bukan untuk mengkultuskan Sultan Hasanudin sebagai patung yang di sembah (berhala.red﴿. Masyarakat sekarang saya rasa sudah bisa menilai dari perspektif mana harus menilainya.

Selain itu juga Sultan Maulana Hasanudin sudah diakui kepahlawanannya dan terdaftar dalam jajaran pahlawan nasional di negara ini. Tangerang Selatan merupakan bagian dari Provinsi Banten dan Sultan Maulana Hasanudin adalah Sultan Banten yang pertama. Beliau memerintah Banten selama 18 tahun (1552-1570). Sultan Maulana Hasanudin juga mewakili figur masyarakat Banten yang patut dicontoh. Beliau telah memberikan andil terbesarnya dalam meletakkan fondasi Islam di Nusantara sebagai salah seorang pendiri Kesultanan Banten. Masyarakat Tangerang Selatan yang merupakan bagian dari Provinsi Banten juga sepatutnya bangga dengan Sultan Maulana Hasanudin yang merupakan salah satu pahlawan Nasional yang berasal dari Banten. Mengenai kontra yang ada bahwa Patung Maulana Hasanudin tidaklah pantas menjadi icon di Tangerang Selatan tidaklah beralasan, karena di Tangerang Selatan itutidak hanya  terdiri dari satu etnis saja, melainkan terdiri dari bebrapa etnis beragam yaitu Sunda, Betawi, Jawa, dan Tionghoa. Jadi Kota Tangerang Selatan bukan hanya milik salah satu etnis saja.
Saya setuju dengan pernyataan K.H. Syarif Rahmat RA,SQ bahwa patung Maulana Hasanudin bukanlah patung yang nantinya dijadikan berhala bagi yang memujinya, akan tetapi lebih kepada patung yang dijadikan sebagai hiasan, dan ini dibolehkan dalam Islam.

Islam mengetengahkan cara menilai sesuatu dengan cara yang sangat elegan dan indah. Bahkan bagi saya, ini saja sudah merupakan suatu seni. Yusuf Qardhawi juga menyinggung tentang patung. Ketika bangsa arab baru terbebas dari kondisi jahiliyah di bawah pimpinan langsung Rasulullah SAW, beliau sangat tegas terhadap patung. Beliau memerintahkan agar semua patung dihancurkan. Tindakan ini diambil beliau sebab sejarah bangsa Arab jahiliyah menyembah berhala patung memang belum lama berlalu. Dikhawatirkan dengan masih adanya patung tersisa, ada saja godaan untuk 'bernostalgia' bagi orang Arab untuk kembali menyembah patung-patungnya.Qardhawi dihadapkan pula pada pertanyaan tentang kondisi patung saat ini. Patung-patung yang sejatinya memang dibuat untuk disembah, tidak ada perubahan hukum di dalamnya.Bagaimana kalau patung itu bukan untuk disembah dan dijadikan hiasan dengan tujuan untuk mengenang dan mengambil suri tuladan?. Ada satu penekanan indah yang diberikan oleh Qardhawi. Bahwa ujung-ujungnya tergantung niat. Tapi substansi tetap tidak boleh berlawanan. Jumhur ulama Syafiiyyah sepakat bahkan gambar yang membentuk jasad utuh seperti patung adalah haram, terasuk jasad hewan. Larangan ini sebenarnya terakit dengan budaya orang jahiliyah yang membuat patung di depan rumah. Patung ini dinilai dapat menggoyahkan keimanan orang-orang yang melihat. Lagi pula orang jahiliyah dulu memang masih menyembah patung. Para ulama memperbolehkan membuat patung manakala diyakini ada maslahah lebih besar, seperti patung pahlawan agar orang bisa mengikuti jejak kepahlawanannya. Dan tidak dimaksudkan untuk berbuat syirik atau menyekutukan Allah dengan patung itu. Ini dikiaskan dengan satu riwayat yang menyebutkanbahwa Aisyah semasa kecil juga bermain boneka yang menyerupai manusia.
Marilah kita menyadari bahwa Islam adalah agama yang kaya dengan seni dan menghargai kepahlawanan para pendahulunya untuk dijadikan semangat membentuk Kota Tangerang Selatan sebagai kota Pendidikan yang Religius.
Dimuat di Tangsel Pos edisi Sabtu, 20 Februari 2010

1 comment

Anonim 5 Maret 2010 pukul 15.59

Niat baik :)

Posting Komentar