Batik Ciamis

Batik Ciamis berbeda dengan batik di daerah lain. Coraknya tidak terlalu ramai. Ada yang bermotif daun, ada pula yang bermotif parang rusak. Ciri yang paling dominan adalah pada penggunaan warna. Batik Ciamis hanya menggunakan dua warna, misalnya warna coklat dan hitam dengan dasar putih.

DI era 60-an, kain batik tradisional (motif maupun pengerjaannya) masihmenikmati masa kejayaannya. Di Jawa Barat, misalnya, beragam motif khas hadir dengan segala keunggulannya. Uniknya motif batik ini identik dengan nama asal kain itu dibuat. Sebut misalnya motif asal Kab Garut dikenal dengan nama garutan, cirebonan (Cirebon), tasikan (Tasikmalaya), dan ciamisan (Ciamis).

Akan tetapi motif ciamisan kini nampaknya terasa asing. Nyaris orang tak kenal lagi kain ini. Padahal di tahun 60-an boleh dibilang kain batik itu sempat pula menikmati masa kejayaan. Di daerah paling timur Jabar ini, saat itu tak kurang dari 1.200 perajin menekuni batik tulis motif ciamisan. Bahkan pada era itu, mereka yang akan membeli harus rela menunggu paling cepat seminggu, barulah mendapatkan pesanannya.

Para pemesan batik khas daerah Ciamis ini, tidak datang dari daerah sekitar Jabar atau Jakarta, tapi dari Surabaya, Semarang, Samarinda, Ban­jarmasin, hingga Makassar. Daerah Ciamis ini memiliki khas atau motif tersendiri untuk batik yaitu dinamakan sarian.

Generasi penerus batik khas Ciamis, bahwa ciamisan memiliki dasar putih. Ini lain dengan garutan yang memiliki dasar kuning. Sedangkan warna dominan pada ciamisan perpaduan warna coklat soga dan hitam. Ciamisan juga memiliki dua motif rereng, yakni rereng eneng dan rereng seno. Motif rereng eneng kini diaplikasikan untuk baju, sedangkan rereng seno untuk kain bawahan.

Seperti halnya seniman atau perajin batik, dalam menuangkan objek gambar selalu mengambil dari lingkungan alam yang ada di sekitarnya. Tanaman daun rente dan daun kelapa, adalah dua jenis tanaman yang dijadikan gambar ciri khas ciamisan. Tanaman rente yang biasa tumbuh di kolam-kolam penduduk Ciamis dan dijadikan pakan ikan, diangkat pada kain mori dan dituangkan jadi gambar untuk batiknya. Demikian pula keakraban perajin batik dengan pohon kelapa yang banyak tumbuh di daerah itu, jadi ilham untuk motif ciamisan. Motif ciamisan tampil sebagai kain yang kalem. Mungkin ini sesuai dengan jiwa masyarakat Ciamis yang tenang dan tidak bergejolak.

Sebagai bukti dari keberhasilan usaha batik di daerah itu sempat muncul Rukun Batik Ciamis (RBC). Oraganisasi ini merupakan koperasi yang menampung para perajin batik. RBC berdiri sebelum kemerdekaan dan mengalami puncak kejayaan di era 60-an.

~ oleh diditds di/pada Nopember 3, 2008.

http://diditds.wordpress.com/2008/11/03/batik-ciamis/


Penyelamat Terakhir Batik Ciamisan

H Otong Kartiman

DI era 60-an, kain batik tradisional (motif maupun pengerjaannya) masih menikmati masa kejayaannya. Di Jawa Barat, misalnya, beragam motif khas hadir dengan segala keunggulannya. Uniknya motif batik ini identik dengan nama asal kain itu dibuat. Sebut misalnya motif asal Kab Garut dikenal dengan nama garutan, cirebonan (Cirebon), tasikan (Tasikmalaya), dan ciamisan (Ciamis).



DIDI (25), dengan teliti memanfaatkan plat tembaga bekas yang didaur ulang untuk membuat motif sebuah cetakan batik yang dipergakannya di Bandung. Menurut Didi, pembuatan sebuah cap motif ini memerlukan waktu antara satu minggu hingga satu bulan lamanya tergantung dari tingkat kerumitannya.* (DUDI SUGANDI/'PR")

Akan tetapi motif ciamisan kini nampaknya terasa asing. Nyaris orang tak kenal lagi kain ini. Padahal di tahun 60-an boleh dibilang kain batik itu sempat pula menikmati masa kejayaan. Di daerah paling timur Jabar ini, saat itu tak kurang dari 1.200 perajin menekuni batik tulis motif ciamisan. Bahkan pada era itu, mereka yang akan membeli harus rela menunggu paling cepat seminggu, barulah mendapatkan pesanannya.

Para pemesan batik khas daerah Ciamis ini, tidak datang dari daerah sekitar Jabar atau Jakarta, tapi dari Surabaya, Semarang, Samarinda, Banjarmasin, hingga Makassar. Daerah Ciamis ini memiliki khas atau motif tersendiri untuk batik yaitu dinamakan sarian.

Sebagaimana diungkap Hj Nina Herlina, generasi penerus batik khas Ciamis, bahwa ciamisan memiliki dasar putih. Ini lain dengan garutan yang memiliki dasar kuning. Sedangkan warna dominan pada ciamisan perpaduan warna coklat soga dan hitam. Ciamisan juga memiliki dua motif rereng, yakni rereng eneng dan rereng seno. Motif rereng eneng kini diaplikasikan untuk baju, sedangkan rereng seno untuk kain bawahan.

Seperti halnya seniman atau perajin batik, dalam menuangkan objek gambar selalu mengambil dari lingkungan alam yang ada di sekitarnya. Tanaman daun rente dan daun kelapa, adalah dua jenis tanaman yang dijadikan gambar ciri khas ciamisan. Tanaman rente yang biasa tumbuh di kolam-kolam penduduk Ciamis dan dijadikan pakan ikan, diangkat pada kain mori dan dituangkan jadi gambar untuk batiknya. Demikian pula keakraban perajin batik dengan pohon kelapa yang banyak tumbuh di daerah itu, jadi ilham untuk motif ciamisan.

"Secara keseluruhan, motif ciamisan tampil sebagai kain yang kalem. Mungkin ini sesuai dengan jiwa masyarakat Ciamis yang tenang dan tidak bergejolak," ujar Hj Nina.

Dengan memiliki kekhasan seperti itu, batik ciamisan punya pangsa pasar yang tinggi atau luas. Waktu itu batik sarian dipelopori antar lain tokoh batik H Abdul Majid, H Gandaatmadja, Sasmita, Suganda, dan D Tamim. Mereka juga waktu itu terbilang juragan batik yang sukses dalam usaha pembatikan.

Sebagai bukti dari keberhasilan usaha batik di daerah itu sempat muncul Rukun Batik Ciamis (RBC). Oraganisasi ini merupakan koperasi yang menampung para perajin batik. RBC berdiri sebelum kemerdekaan dan mengalami puncak kejayaan di era 60-an.

http://batiksunda.blogspot.com/2007/06/penyelamat-terakhir-batik-ciamisan.html


Leave a respond

Posting Komentar