Sugeng Riyadi 1430 H



Aruming Pangruwating Jiwo Winayo Ing Lekasing Ati Suci Sumusul Lumunturing Nugroho Jatining Sedyo, Kulo Sagatruh Nyuwun sih Lumebering Pangaksami.

Mustafid

HARI raya Idulfitri telah tiba. Umat Islam di seluruh dunia menyambutnya dengan suka cita, karena hari kemenangan dan kebahagiaan telah tiba.

Di penghujung Ramadan, umat Islam merasakan betapa beratnya menjalani ujian, yakni berpuasa sebulan penuh menahan haus dan lapar. Tidak itu saja, yang paling berat adalah melawan hawa nafsu dengan berbagai godaan yang dirasakan begitu berat.

Rasulullah SAW dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim menjelaskan bahwa Ramadan adalah bulan penuh ampunan.

Dengan tibanya Idulfitri, sangatlah wajar jika kita berbahagia menampakkan kegembiraan bersama, karena telah berlalunya Ramadan, tetapi kebahagiaan itu dilandaskan pada keberhasilan kita mengekang hawa nafsu dalam kadar dan rentang waktu tertentu.

Sebelum hari raya tiba, hendaknya kita mengeluarkan zakat, karena zakat merupakan sebuah ibadah yang tidak lain sebagai bentuk penyucian diri sekaligus penyempurna puasa Ramadan.

Zakat fitrah merupakan salah satu ibadah yang berdimensi horisontal. Nominasi harta yang dikeluarakan pun sedikit, hanya satu sha atau sekitar dua setengah kilogram makanan pokok. Bisa juga diuangkan sesuai dengan standar harganya.

Berbeda dengan zakat harta, zakat hewan ternak, zakat hasil bumi, zakat profesi dan zakat niaga. Jenis-jenis zakat itu hanya bisa ditunaikan oleh kalangan berada saja.

Maka dari itu, prosentase muslim yang berkewajiban mengeluarkan zakat fitrah jauh lebih banyak dari pada zakat-zakat tersebut. Hal itu sesuai dengan maqasid (tujuan) disyariatkannya zakat fitrah yaitu untuk mengembalikan setiap manusia pada fitrahnya.

Tujuan dan hikmah diwajibkannya ibadah zakat secara umum, ternyata ajaran Islam di samping mengupayakan kesucian diri setiap insan, juga mengharapkan kesucian dan keberkahan harta benda yang dimilikinya.

Dalam alquran dijelaskan, saat Allah SWT memerintahkan Muhammad SAW untuk merealisasikan kewajiban zakat kepada para sahabatnya. “Ambilah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka.” (Qs At Taubah: 103).

Dalam kesempatan lain Allah SWT menjelaskan: “Dan sesuatu riba yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah di sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipatgandakan.” (Qs Ar Ruum: 39).

Kalau demikian kenyataannya, maka kesempatan kita untuk menjalankan kewajiban zakat fitrah, adalah suatu kebahagiaan tersendiri. Kita telah diberi kesempatan untuk menyucikan jiwa sekaligus mewujudkan rasa peduli terhadap kondisi di sekitar kita.

Bagaimana pun kebahagiaan menyambut datangnya Idulfitri, juga berhak dirasakan oleh kaum miskin yang sama sekali tidak memiliki makanan pokok saat hari raya tiba.

Bukan itu saja yang kita lakukan dalam menyambut Idulfitri, silahturahmi atau halal bi halal itu pun dilakukan sebagai tradisi. Silaturahmi dalam maknanya yang luas, yaitu saling memaafkan atas segala kesalahan yang pernah dilakukan. Saling mempererat hubungan persaudaraan atas dasar keimanan dan kebangsaan, bukan hanya sebatas persaudaraan atas dasar kekerabatan dan hubungan nasab keturunan.

Hal itu ditegaskan dalam Alquran: “Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara. Karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu.” (Qs Al Hujurat: 10).

Sebagaimana kita sadari, bahwa interaksi keseharian dalam kehidupan umat manusia diwarnai dengan berbagai hal, sesuai dengan situasi dan kondisi. Adakalanya baik, ada kalanya buruk, kadang damai kadang konflik.

Implikasi dari hubungan keseharian antarsesama manusia itu tidak selamanya menyakitkan sehingga menimbulkan kebencian, begitu juga tidak semuanya menyenangkan sehingga menimbulkan kecintaan. Pada saat tertentu emosi, egois dan kesombongan menguasai diri kita.

Implikasi buruk yang kita terima dari sikap orang lain, begitu juga kelakuan tidak bersahabat yang kita tunjukkan kepada orang lain, baik dengan penuh kesadaran maupun dalam ketidaksadaran, harus kita netralisir dengan bersilaturahmi.

Kita percaya, Idulfitri merupakan momen tepat untuk menetralisir atau paling tidak meminimalisir ketegangan hubungan antarsesama umat manusia.

Rasulullah SAW bersabda : “Wahai manusia, tebarkanlah kedamaian dan sambunglah persaudaraan” (HR Ahmad dan Tirmidzi). Melalui silaturahmi, kita juga akan mendapatkan hikmah dan faedah yang luar biasa. Di antaranya, mempermudah segala urusan, bisa menjalin partner usaha, dan memperbanyak kolega yang tentunya akan saling menguntungkan dalam bekerjasama.

Penghayatan dan pengamalan yang baik terhadap Ramadan mendorong kita untuk kembali pada fitrah sejati sebagai makhluk sosial. Selain punya hak, juga punya kewajiban, individu dan sosial.

Sudahkah kita merasakannya? Itulah rahasia kenapa selamat hari raya Idulfitri seringkali diakhiri dengan ucapan minal aidzin wal faizin. Semoga kita termasuk orang-orang yang kembali pada fitrah sejati manusia dan mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat.

Akhiri Ramadan dengan semangat baru. Kita harus bertekad untuk membuka lembaran baru dalam hidup ini, isi dengan catatan terbaik.



Leave a respond

Posting Komentar