Hal itu diungkapkan Sosiolog dari Universitas Indonesia Imam Prasojo dalam diskusi Trijaya FM bertajuk "Kemiskinan Sepanjang Masa", di Restoran Waroeng Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (15/3/2008).
"Data penduduk miskin di Indonesia menjadi kacau karena indikatornya berbeda-beda, ada yang menurut BPS, Depdagri, BKKBN dan lain-lain," ujar Imam.
Selain itu, selama ini setiap departemen mempunyai ukuran masing-masing dalam menentukan data angka kemiskinan di Indonesia. Sialnya, tidak ada koordinasi antar lembaga.
"Sebetulnya kalau hanya indikator yang berbeda, seharusnya data tersebut terintegrasi antar lembaga agar tidak adanya perbedaan," tuturnya.
Lebih parahnya lagi, menurut Imam, saat ini pendataan malah dibuat proyek antar departemen. Hal itu menyebabkan munculnya fragmentasi hasil data kemiskinan di Indonesia.
"Seharusnya ada pendataan dan pengolahan data yang baik sehingga hasilnya juga menjadi lebih baik," jelasnya.
Imam mengusulkan, harus ada basis tunggal administrasi untuk mencatat jika ada kematian, kelahiran, perkawinan, dan imigrasi penduduk.
"Hal ini sebenarnya sudah diterapkan diluar negeri seperti di Thailand. Dan, bagaimana pemerintah ikut mengintervensi dalam pengeloaan data statistik," paparnya. (sit)(fit)
Leave a respond
Posting Komentar