Soekarno




Kami akan selalu mengenangmu........
Wahai Proklamator Indonesia
Dengan adanya kau di ciptakan Tuhan
Kau telah mengharumkan nama Bngsa
Kau telah mengangkat harkat dan martabat Bangsa
Entah apa lagi
Aku tak bisa menyebutkan jasamu yang begitu sangat banyak
Akhirnya ......
Semoga kau tenang di alam sana.....
Wahai proklamator tercinta.....
Namamu akan selalu di dalam hatiku
Namamu akan selalu dikenang seluruh Rakyatmu
Namamu akan selalu dikenang di Jagad RAya...........
>

Ir. Soekarno (6 Juni 1901 - 21 Juni 1970) adalah Presiden Indonesia pertama yang menjabat pada periode 1945 - 1966. Ia meninggal dunia pada usia 69 tahun. Selain dikenal sebagai penggali Pancasila, ia juga dikenal sebagai Proklamator Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 bersama Mohammad Hatta (wakilnya).

Seteleh diterbitkannya Supersemar, beliau digantikan oleh Jenderal Soeharto.

Latar belakang dan pendidikan

Soekarno dilahirkan dengan nama Kusnososro Soekarno. Ayahnya bernama Raden Sukemi, seorang guru di Surabaya, Jawa. Ibunya berasal dari Bali.

Ketika kecil Soekarno tinggal bersama kakeknya di Tulungagung, Jawa Timur. Pada usia 14 tahun, seorang kawan bapaknya yang bernama Oemar Said Tjokroaminoto mengajak Soekarno tinggal di Surabaya dan disekolahkan ke Hoogere Burger School (H.B.S.) di sana. Di Surabaya, Soekarno banyak bertemu dengan para pemimpin Sarekat Islam, organisasi yang dipimpin Tjokroaminoto saat itu. Soekarno kemudian bergabung dengan organisasi Jong Java (Pemuda Jawa).

Tamat H.B.S. tahun 1920, Soekarno melanjutkan ke Technische Hoge School (sekarang ITB) di Bandung, dan tamat pada tahun 1925. Saat di Bandung, Soekarno berinteraksi dengan Tjipto Mangunkusumo dan Dr. Douwes Dekker, yang saat itu merupakan pemimpin organisasi National Indische Partij.

Masa pergerakan nasional

Pada tahun 1926, Soekarno mendirikan Algemene Studie Club di Bandung. Organisasi ini menjadi cikal bakal Partai Nasional Indonesia yang didirikan pada tahun 1927. Aktivitas Soekarno di PNI menyebabkannya ditangkap Belanda pada bulan Desember 1929, hingga dibebaskan kembali pada tanggal 31 Desember 1931.

Pada bulan Juli 1932, Soekarno bergabung dengan Partai Indonesia (Partindo), yang merupakan pecahan dari PNI. Soekarno kembali ditangkap pada bulan Agustus 1933, dan diasingkan ke Flores. Soekarno baru kembali bebas pada masa penjajahan Jepang pada tahun 1942.

Masa penjajahan Jepang

Pada awal masa penjajahan Jepang (1942-1945), pemerintah Jepang sempat tidak memperhatikan tokoh-tokoh pergerakan Indonesia terutama untuk "mengamankan" keberadaannya di Indonesia. Ini terlihat pada Gerakan 3A dengan tokohnya Shimizu dan Mr. Syamsuddin yang kurang begitu populer.

Namun akhirnya, pemerintahan pendudukan Jepang memperhatikan dan sekaligus memanfaatkan tokoh tokoh Indonesia seperti Soekarno, Mohammad Hatta dan lain-lain dalam setiap organisasi-organisasi dan lembaga lembaga untuk menarik hati penduduk Indonesia. Disebutkan dalam berbagai organisasi seperti Jawa Hookokai, Pusat Tenaga Rakyat (Putera), BPUPKI dan PPKI, tokoh tokoh seperti Soekarno, Hatta, Ki Hajar Dewantara, K.H Mas Mansyur dan lain lainnya disebut-sebut dan terlihat begitu aktif. Dan akhirnya tokoh-tokoh nasional bekerjasama dengan pemerintah pendudukan Jepang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia, meski ada pula yang melakukan gerakan bawah tanah seperti Sutan Syahrir dan Amir Sjarifuddin karena menganggap Jepang adalah fasis yang berbahaya.

Presiden Soekarno sendiri, saat pidato pembukaan menjelang pembacaan teks proklamasi kemerdekaan, mengatakan bahwa meski sebenarnya kita bekerjasama dengan Jepang sebenarnya kita percaya dan yakin serta mengandalkan kekuatan sendiri.

Beliau juga aktif dalam usaha persiapan kemerdekaan Indonesia. Diantaranya adalah merumuskan Pancasila, UUD 1945 dan dasar dasar pemerintahan Indonesia termasuk merumuskan naskah proklamasi Kemerdekaan yang sempat mengakibatkan Peristiwa Rengasdengklok.

Menjelang menyerahnya Jepang pada Sekutu, Perdana Menteri Jepang Kuniaki Koiso mengundang tokoh Indonesia yakni Soekarno, Mohammad Hatta dan salah seorang lainnya, ke Jepang dan diterima langsung oleh Kaisar Hirohito. Bahkan kaisar memberikan ordo kekaisaran kepada tiga tokoh Indonesia yang membuat pemerintahan pendudukan Jepang terkejut, karena sudah menandakan bahwa ketiga tokoh Indonesia dianggap keluarga Kaisar Jepang sendiri. Selain itu, beliau juga dipanggil oleh Marsekal Terauchi pimpinan Angkatan Darat wilayah Asia Tenggara di Dalat Vietnam yang kemudian mengatakan bahwa proklamasi kemerdekaan Indonesia adalah urusan rakyat Indonesia sendiri.

Namun keterlibatannya dalam badan-badan organisasi bentukan Jepang membuat Soekarno dituduh terlibat dalam kasus romusha di belakang hari.

Masa Perang Revolusi

Ruang tamu rumah persembunyian Bung Karno di RengasdengklokSoekarno bersama tokoh-tokoh nasional mulai mempersiapkan diri menjelang Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, setelah bersidang dalam BPUPKI, PPKI dan panitia kecil yang dinamakan Panitia Sembilan, terutama setelah menyusun UUD 1945 dan Dasar Negara Pancasila.

Setelah menemuni Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam, terjadilah Peristiwa Rengasdengklok] pada tanggal 16 Agustus 1945; Soekarno, Mohammad Hatta dan Mr. Achmad Soebardjo diculik para pemuda dengan tokoh-tokohnya di antaranya Adam Malik, Soekarni, Wikana, Singgih serta Chairul Saleh ke sebuah rumah milik Djiaw Kie Siong, seorang warga Tionghoa di Rengasdenglok. Para pemuda menuntut agar Soekarno dan Hatta segera memproklamasikan kemerdekaan Republik Indonesia, karena di Indonesia terjadi kevakuman kekuasaan. Ini disebabkan karena Jepang sudah menyerah dan pasukan Sekutu belum tiba. Namun Soekarno, Hatta dan para tokoh menolak dengan alasan menunggu BPUPKI. Alasan lain yang berkembang adalah Soekarno menetapkan moment tepat untuk kemerdekaan Republik Indonesia yakni dipilihnya tanggal 17 Agustus 1945 saat itu bertepatan dengan tanggal 17 Ramadhan, bulan suci kaum muslim yang diyakini merupakan tanggal turunnya wahyu pertama kaum muslimin kepada Nabi Muhammad SAW yakni Al Qur-an. Keteguhan Soekarno ini kemudian diuji dalam Peristiwa Lapangan Ikada di Jakarta bahkan dalam peristiwa itu beliau dapat menyelesaikan krisis itu tanpa pertumpahan darah antara pemuda dengan tentara Jepang. Soekarno dan Mohammad Hatta akhirnya diangkat oleh KNIP sebagai Penjabat Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia pada tanggal 18 Agustus 1945.

Pada saat kedatangan Sekutu (AFNEI) yang dipimpin oleh Letjend Sir Phillip Christison, Christison akhirnya mengakui kedaulatan Indonesia secara de facto setelah mengadakan pertemuan dengan Presiden Soekarno. Presiden Soekarno juga berusaha menyelesaikan krisis di Surabaya. Namun akibat provokasi yang dilancarkan pasukan NICA (Belanda) yang membonceng Sekutu. (dibawah Inggris) meledaklah Peristiwa 10 November 1945 di Surabaya dan gugurnya Brigadir Jendral A.W.S Mallaby. Akibat peristiwa ini pula Inggris menarik mundur pasukannya.

Karena banyak provokasi di Jakarta pada waktu itu, Presiden Soekarno akhirnya memindahkan Ibukota Republik Indonesia dari Jakarta ke Yogyakarta. Diikuti wakil presiden dan pejabat tinggi negara lainnya.

Kedudukan Presiden Soekarno menurut UUD 1945 adalah kedudukan Presiden selaku kepala pemerintahan dan kepala negara (kabinet presidentil). Namun selama revolusi kemerdekaan, kedudukannya berubah menjadi Presiden konstitusional dengan Perdana Menteri sebagai kepala pemerintahan, yakni dengan Sutan Syahrir sebagai Perdana Menteri. Hal ini disebabkan oleh adanya maklumat wakil presiden No X, dimana didirikannya partai-partai politik. Hal ini ditempuh karena menurut Mohammad Hatta, agar suatu saat bahwa Indonesia menjalankan demokrasi dan bukan merdeka akibat pemberian Jepang.

Meski demikian, pada saat Revolusi kemerdekaan, kedudukan Presiden Soekarno tetap dibutuhkan, terutama dalam menghadapi Peristiwa Madiun 1948 serta saat Agresi Militer Belanda II yang menyebabkan Presiden Soekarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta dan sejumlah pejabat tinggi negara ditahan Belanda dan meskipun sudah ada Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) dengan ketua/presiden Sjafruddin Prawiranegara. Sekalipun kemudian dirasa janggal, karena yang sah menjabat presiden saat darurat adalah Sjafruddin berdasarkan radiogram yang dikirim Presiden Soekarno, serta karena dalam perundingan berikutnya ketua PDRI dianggap dilangkahi kewenangannya, namun sikap para tokoh itu mementingkan kepentingan nasional, masalah itu dianggap tidak ada.

Masa kemerdekaan

Setelah Pengakuan Kedaulatan (Pemerintah Belanda menyebutkan sebagai Penyerahan Kedaulatan), Presiden Soekarno diangkat sebagai Presiden Republik Indonesia Serikat (RIS) dan Mohammad Hatta diangkat sebagai wakil presiden RIS. Jabatan Presiden Republik Indonesia diserahkan kepada Mr Assaat, yang kemudian dikenal sebagai RI Jawa-Yogya. Namun karena tuntutan dari seluruh rakyat Indonesia yang ingin kembali ke negara kesatuan, maka pada tanggal 17 Agustus 1950, RIS kembali berubah menjadi Republik Indonesia dan Presiden Soekarno menjadi pejabat Presiden RI, dan menerima mandat dari Mr Assaat sebagai pemangku jabatan Presiden RI sebelumnya. Kedudukan Presiden Soekarno adalah Presiden Konstitusional, tidak memegang kekuasaan pemerintahan.

Meski demikian, mitos Dwitunggal Soekarno-Hatta cukup populer dan lebih kuat dikalangan rakyat dibandingkan terhadap kepala pemerintahan yakni perdana menteri. Sering jatuh bangunnya kabinet yang terkenal sebagai "kabinet semumur jagung" membuat Presiden Soekarno kurang mempercayai sistem multi partai, bahkan menyebutnya sebagai "penyakit kepartaian". Tak jarang, beliau juga ikut turun tangan menengahi konflik-konflik di tubuh militer yang juga berimbas pada jatuh bangunnya kabinet. Seperti peristiwa di 17 Oktober 1952 dan Peristiwa di kalangan Angkatan Udara.

Presiden Soekarno juga banyak memberikan gagasan-gagasan di dunia Internasional. Keprihatinannya terhadap nasib bangsa Asia-Afrika, dimana masih banyak negara-negara barat yang dianggap masih enggan memberikan kemerdekaan ataupun memberikan hak menentukan nasib sendiri. Ketimpangan dan konflik akibat "bom waktu" yang ditinggalkan negara-negara barat yang dicap masih mementingkan imperialisme dan kolonialisme, ketimpangan dan kekhawatiran akan munculnya perang nuklir yang merubah peradaban, ketidak adilan badan-badan dunia internasional dalam pemecahan konflik juga menjadi perhatian beliau. Bersama Presiden Josip Broz Tito (Yugoslavia), Gamal Abdel Nasser (Mesir), Mohammad Ali Jinnah (Pakistan), U Nu, (Birma) dan Jawaharlal Nehru (India) beliau mengadakan Konferensi Asia Afrika yang membuahkan Dasasila Bandung di Bandung pada tahun 1955 dan Gerakan Non Blok. Berkat jasanya itu, banyak negara-negara Asia Afrika yang memperoleh kemerdekaannya. Namun sayangnya masih banyak pula yang mengalami konflik berkepanjangan sampai saat ini karena ketidakadilan dalam pemecahan masalah, yang masih dikuas negara negara kuat atau adikuasa. Berkat jasa ini pula, banyak penduduk dari kawasan Asia Afrika yang tidak lupa akan Soekarno bila ingat atau mengenal akan Indonesia.

Guna menjalankan politik luar negeri yang bebas aktif dalam dunia Internasional, Presiden Soekarno mengunjungi berbagai negara dan bertemu dengan pemimpin-pemimpin negara. Diantaranya adalah Nikita Khruschev (Uni Soviet), John Fitzgerald Kennedy (Amerika Serikat), Fidel Castro (Kuba) , Mao Tse Tung (RRT).

Tentang Nama Soekarno

Nama lengkap Soekarno ketika lahir adalah Kusnososro. Karena sering sakit-sakitan ketika masih kecil, maka — menurut kebiasaan orang-orang Jawa — oleh orang tuanya namanya diganti menjadi Soekarno. Di kemudian hari ketika menjadi Presiden R.I. nama Soekarno diganti oleh beliau sendiri menjadi Sukarno karena menurut beliau nama tersebut menggunakan ejaan penjajah (Belanda). Beliau tetap menggunakan nama Soekarno dalam tanda tangannya karena tanda tangan tersebut adalah tanda tangan yang tercantum dalam Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang tidak boleh diubah.

Sebutan akrab untuk Ir. Soekarno adalah Bung Karno.


Sumber Wikipedia
GNU General Public License (GNU GPL)

Leave a respond

Posting Komentar