"Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun Kanjeng Sultan Hamengku Buwono, Senopati Ing Ngalogo, Abdurrahman Sayidin Panoto Gomo, Kalifatullah Ingkang Kaping IX"



Mataram Yogyakarta merupakan salah satu penerus Kerajaan Islam Mataram Kotagede. Dalam arus modernisasi, Sultan berusaha memberikan sentuhan-sentuhan modernitas yang bersanding dengan budaya leluhur

Sri Sultan Hamengku Buwono X (HB X)
Bendara Raden Mas (BRM) Herjuno Darpito yang lahir pada tanggal 2 April 1946, merupakan putra kedua dari Garwa Ampeyan (selir) Kanjeng Raden Ayu Windyaningrum HB IX. Setelah diangkat menjadi Putra Mahkota, beliau diberi gelar "Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Anom Hamengku Negara Sudibyo Raja Putra Nalendra Mataram".

Latar belakang pendidikan modern BRM Herjuno, menjadi dasar dari segala pemikiran logis beliau. Baik dari keputusan maupun perilaku beliau bertolak ukur pada realitas yang ada. Beliau juga menjadi pendobrak tradisi lama Kraton semenjak penobatannya sebagai Sri Sultan Hamengku Buwono X.

Kebiasaan raja yang memiliki banyak permaisuri dan selir, tidak lagi diterapkan oleh HB X. beliau hanya memiliki seorang istri yang juga permaisuri. Sedangkan prosesi labuhan alit yang biasanya dilakukan dua kali setahun, oleh HB X prosesi ini hanya dilakukan sekali dalam setahun.

Meski sempat beberapa kali mendapat penolakan, HB X tetap pada pemikiran logisnya, bahkan keputusan menggemparkan beliau untuk membangun taman parkir di bawah Alun-Alun Utara yang mendapat penolakan keras dari rakyat dan abdi dalem.

Pemikiran modern HB X tidak sepenuhnya lepas dari peran sang ayah. Ayahnya yang merupakan raja terdahulu telah memberikan pemahaman modern dan persamaan dalam derajat manusia.

Sri Sultan Hamengku Buwono IX (HB IX)
GRM Dorojatun yang lahir pada tanggal 12 April 1912 merupakan putra tunggal dari Kanjeng Ratu Ayu Adipati Anom (KRAy.AA) Hamengkunegoro.

Sejak usia 4 tahun, Dorojatun telah terpisah dengan keluarga. Beliau dititipkan di rumah keluarga Mulder, untuk mendapat pendidikan penuh disiplin dan gaya hidup yang sederhana meskipun beliau seorang Putra Mahkota.

Setahun setelah kepulangannya dari menuntut ilmu di Belanda, tepatnya tanggal 18 Maret 1940, beliau naik tahta dengan gelar "Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun Kanjeng Sultan Hamengku Buwono, Senopati Ing Ngalogo, Abdurrahman Sayidin Panoto Gomo, Kalifatullah Ingkang Kaping IX". Gelar ini bermakna, Sultanlah penguasa yang sah di dunia fana ini, beliau juga mempunyai kekuasaan untuk angkatan perang serta panglima tertinggi pada saat terjadi peperangan. Selain itu Sultan juga sebagai penata agama yang pemurah, sebab dia diakui sebagai kalifatullah, wakil Muhammad Rasul Allah.

HB IX merupakan contoh bangsawan yang demokratis. Pendidikan barat yang ditempuhnya sejak kecil, memberikan banyak alternatif budaya. Beliau juga mengubah tradisi lama, dimana raja bukan lagi pengendali kekuasaan melainkan pemimpin yang demokratis. Jasa-jasa beliau terhadap Negara Republik Indonesiapun layak untuk dikenang.

Tanggal 7 Oktober 1988 jasad beliau sampai di Kraton setelah menghembuskan nafas terakhir di Washington DC, Amerika Serikat. Kraton dan rakyat Yogyakarta serta Bangsa Indonesia berduka. Seakan larut dalam suasana bela sungkawa, Kiai Dewa-n-Daru (pohon beringin yang ditanam pada masa HB I) tumbang dan jatuh ke tanah. "Hal ini seakan mengisyaratkan babak baru dalam Panggung Kebudayaan Nusantara." Pohon beringin ini bisa dilihat di Alun-Alun Utara yang ditanam kembali atas perkenan dari HB X. Ukurannya kini lebih kecil dari Kiai Wijayadaru di sebelah timurnya. Gambarnya bisa dilihat di dokumentasi YogYES.

HB IX dimakamkan di Pasareyan Pajimatan Imogiri.

Kerajaan Mataram Yogyakarta di Tengah Modernisasi
Dalam masa kejayaannya, Kerajaan Mataram pernah mengembangkan konsep politik keagungbintaraan, yakni kekuasaan raja besar laksana kekuasaan dewa, pemeliharaan hukum dan penguasa dunia, meluap budi luhur mulianya, dan bersikap adil terhadap sesama (agung binathara bahu dhenda nyakrawati, berbudi bawa leksana ambeg, adil para marta).

Mataram Yogyakarta saat ini melalui kesamaan derajat dan pemikiran demokratis sebagai konsep politik yang diemban Kraton, menjadi dasar bagi Sultan untuk menggerakkan roda pemerintahan Yogyakarta. (YogYES.COM)

Profil Sri Sultan Hamengku Buwono X

Nama: Sri Sultan Hamengku Buwono X
Nama Asli: Bandoro Raden Mas (BRM) Herdjuno Darpito
Lahir: Yogyakarta, 2 Maret 1946
Agama: Islam
Ayah: Sri Sultan Hamengku Buwono IX
Istri: Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas

Anak:
1. Gusti Raden Ajeng (GRAJ) Nurmalita Sari
2. Gusti Raden Ayu (GRAy) Nurma Gupita
3. Gusti Raden Ajeng (GRAJ) Nurkamnari Dewi
4. Gusti Raden Ajeng (GRAJ) Nurabra Juwita
5. Gusti Raden Ajeng (GRAJ) Nur Astuti Wijareni

Pendidikan:
Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Pekerjaan:
- Anggota MPR sejak Tahun 1992
- Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, sejak 3 Oktober 1998 ? Sekarang
- Sri Sultan Hamengku Buwono X, dinobatkan 7 Maret 1989

Karya Ilmiah:
- Kerangka Konsepsi Politik Indonesia (1989)
- Bercermin Di Kalbu Rakyat (1999)

Sumber: www.tokoh.net

Leave a respond

Posting Komentar