Haul I Kanjeng Sedorawuh, Mempertemukan Dua Keturunan Bupati

HARI Minggu kemarin, Astana Pasekaran kompleks pemakaman Bupati Batang Tempo Doeloe dipadati kaum muslim. Untuk kali pertama, di tempat itu diadakan haul (peringatan wafatnya) Bupati Batang Raden Tumenggung (RT) Suroadingrat I atau setelah wafat dikenal sebagai Kanjeng Sedorawuh yang memangku jabatan sebagai Bupati tahun 1809-1812.

Beliau putra ke-4 Raden Tumenggung Jayengrono Bupati Wiroto/Wirodeso (sekarang masuk Kabupaten Pekalongan).

Yang menarik, acara itu menjadi sarana nyambung balung keturunan. Dilihat dari silsilah, ternyata Kanjeng Sedorawuh menitiskan keturunan yang mengikuti jejaknya di bidang pemerintahan yaitu Bambang Bintoro SE yang kini Bupati Batang 2002-2007.

Adapun yang mengikuti jejaknya dalam bidang agama adalah ulama karismatik KH Habib Luthfi bin Ahmad Yahya yang kini menjabat sebagai Ketua MUI Jateng.

Menurut pemerhati sejarah Kabupaten Batang R Basuki Sunaryo, Kanjeng Sedorawuh meninggalkan 17 orang putra-putri yang keturunannya banyak menjadi negarawan dan tokoh terkenal, di antaranya Alm Letjen TNI Ali Moertopo (mantan Menpen), Alm Prof DR Oemar Seno Adji SH (mantan Ketua MA), Alm Mayjen Pol Drs H Mursidi Danuwilogo, R Supardi Partokusumo, mantan Sekda Kabupaten Pekalongan, Niniek L Karim (bukan almarhumah SM 20/12-artis/dosen UI). Ali Mursalam, mantan Wakil Ketua Fraksi Karya Pembangunan DPR RI, Ny Hajjah Rahati Subeno, mantan Anggota DPRD I Jateng, Kol (Purn) R Moch Santoso istri Ny Anni Santoso, mantan Dubes RI di Swedia Dr M Sarengat (KONI).

Menurut dia, RT Suroadingrat I sebelumnya bernama Raden Ngabehi (RNg) Sumodirejo saat awal menjabat sebagai penarik pajak beras. Tahun 1807 Pemerintah Kabupaten Wiroto dihapus, dia mengikuti keponakannya, Raden Tumenggung Jayengrono III yang menjadi Bupati Batang.

Menurut Basuki, meskipun mengikuti keponakannya yang menjadi Bupati Batang, R Ng Sumodirejo tetap meneruskan jabatan lamanya. Namun, pangkat dan namanya sesuai tradisi berganti menjadi Raden Ronggo Surodirjo. Beliau pernah mewakili tugas keponakannya (RT Jayengrono III) dalam kapasitasnya sebagai Bupati atau istilah resmi pada waktu itu regent van Batang untuk mengetahui langsung warga yang melaksanakan tugas paksa yaitu membuat jalan raya atau yang populer dengan nama Jalan Daendles. Lokasi yang ditinjau itu adalah kawasan hutan angker ''Alas Roban'' di daerah Wanawasa (sekarang Adinusa).

''Mengingat banyak kendala yang dihadapi warga Batang yang sedang membuat jalan itu, entah gangguan penunggu hutan Alas Roban atau pekerjaan teknis lainnya, Kanjeng Sedorawuh selalu berdoa. Beliau dengan khusuk dzikir memohon kepada Allah SWT agar tugas berat rakyat itu segera cepat selesai tanpa aral apa pun,'' ujar Basuki yang mendapat gelar Kekancingan dari Sinuhun Paku Buwono XII Raden Ngabehi Projowaluyo.

Pensiun

Pada tahun 1809, Raden Ronggo Surodirejo diangkat menjadi Patih Batang. Sementara itu Bupati RT Jayengrono III kondisi kesehatannya semakin menurun, sering sakit-sakitan. Karena itu dengan kesadarannya, dia mengajukan proposal pensiun kepada pemerintah Hindia Belanda. ''Dalam suratnya itu, berharap agar kelak yang menggantikan kedudukan sebagai Bupati Batang diserahkan kepada pamannya yaitu Raden Ronggo Surodirejo dengan alasan karena putra-putrinya masih remaja.''

Tanggal 26 Safar Tahun Jawa 1737 Jawa (1809 M), pemerintahan Hindia Belanda meluluskan harapan RT Jayengrono III yang setelah pensiun dikenal dengan nama Kanjeng Bupati Manten (mantan).

Sesuai dengan proposal, akhirnya Raden Ronggo Surodirejo diangkat menjadi Bupati Batang dengan gelar Raden Tumenggung Suroadingrat I.

Saat mendapat perintah dari pemerintah (Gupermen) agar menanam kopi di wilayah Batang, dia menerapkan kebijakan yang arif dan bijaksana.

Dari silsilah RT Suroadiningrat I, adalah keturunan ke-8 dari Sunan Sendang atau Raden Nur Rohmat yang makamnya di Desa Sendangduwur, Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan (Jatim). Raden Nur Rohmat adalah wali di zaman Kerajaan Demak yang beristrikan RA Tilarsih, cucu Sunan Kudus (Raden Jakfar Sidiq).

RT Suroadiningrat juga masih ada hubungan darah dengan Sunan Ampel dan Sunan Drajat. Sunan Sendang urutan 23 keturunan Nabi Muhammad SAW. RT Suroadingrat wafat mendadak pada tahun 1812.

Ceritanya setelah mengantar putrinya Raden Ajeng Jumliah yang menikah dengan Raden Ngabehi Notodirjo, putra RT Prawirodiningrat Bupati Kendal, beliau langsung pulang ke Batang karena merasakan badannya kurang enak.

''Sampai di rumah dia sempat menunaikan shalat isya, tetapi tak lama kemudian berpulang menghadap ke haribaan Allah. Karena wafat saat pulang itulah kemudian dia dikenal dengan Kanjeng Sedorawuh,'' ujar Basuki. (Arif Suryoto-74n)

Leave a respond

Posting Komentar